Budaya Panikan


blog.sittakarina.com-budaya-panikanPanik bikin nggak bisa berpikir jernih.

Sering melihat orang ribet menghadapi sesuatu terus jadi panik?

Atau bahkan kita sendiri ternyata panikan?

Duh, ini dulu saya banget!

Dan hal ini pun ternyata banyak terjadi pada orang-orang di sekeliling saya.

Seperti kebanyakan sifat, panik ternyata bukanlah sesuatu yang diturunkan.

Sikap ini melekat pada diri kita karena alam bawah sadar merekam apa yang dilakukan sosok di sekitar kita dalam waktu yang cukup lama.

 

Konsekuensi pahit dari sikap panik

Ira menyaksikan sendiri bagaimana sikap panik bikin semua jadi berantakan.

Ia sendiri mudah panik karena terbiasa melihat Papa yang bersikap seperti itu ketika mendapat masalah.

Saat kartu ATM Papa “tertelan”, bukannya tetap tenang dan menghubungi nomor telepon layanan pelanggan bank yang mengeluarkan kartu itu, ia malah meracau tak jelas sambil berlari ke luar bilik ATM. Meninggalkan dompet miliknya di situ.

Untung Ira masih ada di depan mesin ATM.

Langsung saja ia ambil dompet Papa dan menyusulnya ke luar, entah ke mana.

Lalu setelah panik, disusul dengan ngomel dan akhirnya masalah melebar ke mana-mana.

Beda lagi dengan pengalaman Yuna.

Suatu waktu Yuna salah menyajikan file saat presentasi. Saking paniknya, ia malah tak sengaja memainkan video terakhir yang dilihatnya di Media Player.

Dan tahukan apa isi video itu?

Aksi seseruan Yuna dan beberapa sahabatnya dengan Mojito di tangan, hanya berbikini, di Pantai Seminyak!

A total mess.

 

Cara penting mengatasi panik

Lantas, bagaimana menyikapi sikap panik?

Berdasarkan pengalaman saya selama ini, yang pertama-tama mesti dilakukan adalah bersikap tenang.

Tenang dan terima, bahwa kekacauan itu telah terjadi. Kini kita fokus untuk memperbaikinya, bukan menjadikan keadaan makin runyam.

Cara menenangkan diri juga bermacam-macam: bisa dengan menghitung 1 sampai 10, membasuh muka dengan air dingin (termasuk berwudhu) sampai mengucapkan mantra positif:

Saya tidak akan marah. Saya tidak akan berbuat yang bikin menyesal kemudian.

Dengan bersikap tenang, otak pun jadi mampu berpikir jernih, dan akhirnya kita dapat berkata dan bertindak yang semestinya.

Sayangnya, banyak orang yang melihat ketenangan ini sebagai bentuk ketidakpedulian.

Padahal, mendahulukan sikap tenang berarti peduli terhadap dampak yang lebih besar dan berusaha meminimalkan risiko buruk.

Baca juga: Kata-Kata Motivasi untuk Diri Sendiri

Saya pernah melihat kejadian menakjubkan di mall. 

Seorang anak 5 tahun menangis karena tidak dibelikan mainan. Di sebelahnya, sang ibu terlihat kalem dan meminta si anak ke sudut ruangan yang tidak terlalu ramai untuk duduk.

Melihat itu, beberapa orang yang melintas di situ langsung melabel si ibu sebagai sosok yang “cuek” dan “tidak perhatian”.

Padahal, kalau ibu ini panik dan memarahi anaknya dengan emosional, sikap si anak tentunya akan semakin menjadi-jadi dan solusi tidak akan pernah ketemu.

Latihan untuk nggak panikan bisa dimulai saat ini juga. Misalnya, ketika menghadapi segala hal yang berlangsung di sekitar kita; pacar ngambek, nilai ujian yang ternyata jelek, ban mobil mendadak kempes, sampai kemacetan Jakarta yang bikin kita telat untuk meeting sore.

Agar situasi terkendali, yang pertama harus dikendalikan ya diri kita sendiri dulu.

Punya tips lain untuk mengatasi rasa panik?

Yuk, berbagi di sini 😊

 

*) Feature image via Mikchii



Leave a Comment

  • (will not be published)


9 Responses

  1. Riki

    Sedikit masukan ka, untuk pengucapan bermuatan positifnya sebisa mungkin dengan menghindari kata tidak atau jangan. Jadi cukup ucapkan kata-kata seperti saya akan tenang dan semacamnya karena kata jangan atau tidak itu ga dikenal oleh alam bawah sadar kita. Alih-alih paniknya berkurang nanti justru bertambah panik 🙁

    Reply
  2. Pas banget lagi bingung krn 2 pilihan yg sama2 penting. Nemu artikel ini. Iya sih dg tdk terburu-buru sebenarnya byk solusi. Berbeda kalau langsung panik rasanya semua buntu

    Reply
  3. Saya pisan ini mah hehe. Apalagi kalo lagi punya tugas numpuk. Tipsnya ya selalu ingat, bahwa semua dapat terselesaikan pertahap, satu per satu.. 🙂

    Reply
    • Aton – Kalau kerjaan numpuk, buat skala prioritas saja mana yg mesti diselesaikan lebih dulu 🙂

  4. talitha

    Iyaloh mbak,
    aku kalo bersikap tenang malah suka dibilang pasif dan ga inisiatif -_-‘
    padahal maksudnya mau melihat situasi dulu baru ambil keputusan…
    Nice to know ada yang sepemahaman sama saya 🙂

    Reply
    • Talitha – Ya, tenang sama sekali bukan pasif. Cara orang merespon bisa berbeda-beda. Tapi, keuntungan bersikap tenang adalah mampu berpikir jernih. Bukannya disetir emosi maupun hawa napsu 😉