Identifikasi dan Penuhi Kebutuhan Jiwa Kita


Blog Sittakarina - Identifikasi dan Penuhi Kebutuhan Jiwa KitaBukan hanya tubuh, jiwa pun butuh nutrisi.

Kebutuhan jiwa.

Hmm, memang kita punya ya?

And what the heck is that?

Agar lebih mudah membayangkannya, coba deh ingat-ingat pelajaran waktu sekolah dulu.

Pada dasarnya kebutuhan dasar manusia terdiri dari kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kebutuhan jiwa tak lain kebutuhan rohani tersebut.

Lebih detail lagi jika merujuk ke teori Maslow’s Hierarchy of Needs, kebutuhan kita pada dasarnya bukan hanya pangan, sandang, papan semata. Melainkan, ada juga kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, penghargaan, validasi, sampai aktualisasi diri.

Ironisnya, sebagian besar dari kita masih menganggap bahwa kebutuhan non-fisik tersebut tidak penting sehingga pemenuhannya cenderung setengah-setengah, atau malah terabaikan.

 

Kebutuhan terpenuhi, jiwa jadi sehat

Ada sosok yang ketika memiliki masalah doyan membesar-besarkan masalah tersebut, bukannya mencari jalan keluar. Lebih parah lagi, sosok ini juga kerap menarik orang lain ke dalam pusaran masalahnya, lalu sibuk playing victim. 

Sosok drama queen/king macam itu bukan sekadar korban dari situasi stres belaka.

Di balik sikap dan kata-katanya bisa jadi terdapat kebutuhan jiwa yang belum terpenuhi hingga ia menjadi sedemikian menyebalkan.

Kok masih bisa stres, insecure, dan jadi nyebelin ya? ‘Kan sebagai penganut “work hard, play harder”, kebutuhan dia sudah terpenuhi saat dirinya bersenang-senang, melepas stres?

Look closer.

Mungkin kebutuhan rohani yang perlu dipenuhi nggak cukup dengan sekadar liburan seru saja. Liburan menyenangkan bareng orang terdekat merupakan salah satu dari kebutuhan jiwa, namun bukan satu-satunya. Bahkan, bisa saja bukan kebutuhan utama.

Saat kebutuhan fisik dan jiwa terpenuhi—walau belum 100%—maka ia akan sehat seutuhnya.

 

Kebutuhan jiwa tiap orang berbeda

Oleh karena itu, sangat tidak bijak ketika kita seenaknya men-judge,“Liat deh si Angie. Long weekend begini malah ke Bali sama gengnya. Bukannya liburan bareng anak dan suami!”.

Mungkin break seperti itu yang dibutuhkan Angie demi menyeimbangkan kehidupannya yang serba padat sebagai ibu, istri, sekaligus penggiat usaha rumahan.

Lebih dari itu, bisa saja di saat orang misuh-misuh (baca: iri) dengan keputusan Angie, sang suami sebenarnya orang terdepan yang mendukung keputusan itu.

Beda cerita dengan seseorang yang saya kenal—sebut saja namanya Zahra. Dulu ia kerap merasa dirinya aneh lantaran butuh durasi alone time lebih lama dari kedua saudara kandungnya yang sama-sama perempuan.

Setelah Zahra perhatikan, kelima sahabatnya pun ternyata cukup menikmati berada di antara orang banyak, berbeda dengan dirinya.

Karena berkenan memahami diri lebih lanjut, Zahra pun akhirnya menyadari dan menerima bahwa inilah kebutuhan jiwanya. Justru dengan memiliki waktu recharge yang cukup, Zahra merasa hidupnya seimbang. Nggak sering burn out seperti pas awal masuk kerja.

Blog Sittakarina - Identifikasi dan Penuhi Kebutuhan Jiwa Kita 2Ilustrasi: @dahlhousenutrition

Dari dua kondisi tersebut, kita jadi paham bahwa ternyata kebutuhan jiwa tiap orang bisa saja berbeda, tergantung sifat, kebiasaan di rumah, nilai-nilai yang dianut, dan pengalaman hidupnya.

Lantas, bagaimana cara mengetahui kebutuhan jiwa kita agar terpenuhi dengan baik?

1. Belajar dari masa lalu

Lihat kejadian dahulu, terutama yang menorehkan luka. Hikmah apa yang dapat kita ambil dari kejadian itu? Apa yang semestinya kita lakukan? Upaya perbaikan ini sebenarnya wujud dari kesadaran kita untuk mendengarkan hati dan memahami kebutuhannya.

2. Cari tahu apa yang membuat nyaman dan tidak nyaman

Apa yang nyaman buat orang lain, belum tentu berdampak sama buat kita. Dan begitu juga sebaliknya. Tidak perlu merasa malu jika kita memiliki preferensi kenyamanan yang berbeda dengan orang kebanyakan. Dengarkan hati—dan coba lebih cuek terhadap judgement orang lain.

3. Terima tiap warna emosi, bukan menyangkalnya

Tidak perlu malu saat merasa sedih, atau merasa aneh ketika amarah membara di hati. Bagian penting dari upaya memenuhi kebutuhan jiwa adalah dengan menerima bahwa emosi kita bisa naik-turun. Tidak selalu stabil dan mulus. Yang perlu kita lakukan bukan memendamnya hingga sewaktu-waktu meledak, tapi kenali, terima, dan kendalikan.

4. Melihat dengan jernih, menilai dengan adil

Salah satu cara memanusiakan manusia adalah dengan memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Untuk mampu berbuat begitu secara konsisten, pikiran jernih dan penilaian adil merupakan kearifan yang mesti terus kita pupuk.

5. Mendekatkan diri ke Yang Maha Kuasa

Sesuai fitrahnya manusia, sadar maupun tidak, jiwanya akan selalu merindu kepada Sang Penciptanya. Jiwa yang kosong sering kali bisa terpenuhi kebutuhannya saat seseorang melakukan upaya-upaya yang membuatnya lebih dekat kepada Yang Maha Kuasa. Ini bisa dilakukan dengan berdoa maupun mengkaji dan mengambil hikmah dari kebaikan-kebaikan ajaran agama.

Tak hanya tubuh, jiwa yang dirawat dan dipenuhi kebutuhannya tentu akan senantiasa sehat.

Di dalam jiwa yang sehat terdapat mental kuat dan perasaan tentram yang siap menghadapi beragam babak kehidupan yang tidak selalu indah.

Selain itu, ketika kesehatan jiwa terawat dengan baik, daya tahan tubuh kita pun akan menjadi prima. All the good things in one package, right?

Intinya, jika kebutuhan jiwa seseorang terpenuhi, maka ia tak lagi merasa galau apalagi insecure.

Nah, ada cara lain yang selama ini berhasil kamu terapkan untuk membuat jiwa lebih tentram dan bahagia?

 

*) Feature image: @brandymelvilleusa



Leave a Comment

  • (will not be published)


4 Responses